Sabtu, 18 Februari 2012
PKMD
PKMD Pandan sari
Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) merupakan wadah dalam praktik keperawatam komunitas dan keluarga tersebut dalam aplikasinya di masyarakat. PKMD dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggerakan dan pemberdayaan masyarakat, dimana masyarakat yang merencanakan juga merekalah yang melaksanakan tindakan dalam setiap masalah yang ditemukan. Sedangkan tugas dari perawat praktikan hanya memfasilitasi dalam penemuan masalah kesehatan, pendidikan kesehatan dan evaluasi dari tindakan yang dilakukan bersama dengan masyarakat.
Untuk memperdalam konsep keperawatan komunitas (keluarga) secara optimal, maka mahasiswa diharapkan mulai belajar melakukan asuhan keperawatan komunitas (keluarga) di tatanan kehidupan nyata. Dan pada pelaksanaanya nanti diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang sudah diperoleh dari bangku perkuliahan dan diterapkan secara*langsung pada keluarga/komunitas.
Sasaran utama dari praktik askep keluarga/komunitas dalam PKMD ini adalah pada keluarga/komunitas yang mempunyai masalah kesehatan, mulai dari masalah bio-psiko-sosio-spiritual. Masalah yang sudah ditemukan kemudian secara bertahap dilakukan intervensi oleh perawat komunitas dengan melibatkan keluarga/komunitas, dengan menggunakan sumber daya yang ada.
Untuk Tahun Ajaran 2011/2012 kegiatan PKMD Akademi Keperawatan Lumajang sedikit berbeda dari tahun sebelumnya, yaitu adanya peran serta dalam usaha pengembangan Poskesdes dan program AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan). Poskesdes sendiri merupakan salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan yang berada di Desa atau Kelurahan yang tidak memiliki Puskesmas Induk dan Puskesmas Pembantu. Selain itu, terdapat isu - isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan air minum dalam kerangka MDG pada tahun 2015, dimana masyarakat nantinya diharapkan mempunyai kemudahan dalam mengakses pemenuhan kebutuhan air minum keluarga dengan mudah.
Upaya kesehatan yang dilaksanakan di Poskesdes adalah upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan Upaya Kesehatan Wajib yang dimaksud adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global yang mempunyai daya ungkit terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Ada enam pelayanan kesehatan dasar dalam Poskesdes, yaitu :
1) Promosi kesehatan,
2) Kesehatan lingkungan,
3) Kesehatan ibu dan anak serta KB,
4) Perbaikan gizi masyarakat,
5) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular,
6) Upaya pengobatan dasar.
Harapannya setelah melakukan askep pada komunitas/keluarga, mahasiswa akan dapat memberikan kontribusi pada semua masalah kesehatan yang ada dalam masyarakat serta berperan aktif dalam kegiatan Poskesdes dan kegiatan AMPL di Desa Pandansari.
Minggu, 12 Februari 2012
Rabu, 08 Februari 2012
ADAB ADAB DI DALAM MASJID
ADAB-ADAB DI DALAM MASJID
Pada bagian ini, akan diulas tentang adab-adab dalam masjid diantaranya adalah tidak lewat di hadapan orang shalat, tidak menerapkan hukum had dan qishash, tidak mengeraskan suara, tidak berjual beli di masjid, tidak memakai pakaian yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat orang lain dan adab-adab lainnya. Berikut penjelasannya
Tidak lewat di hadapan orang yang sedang shalat.
Disebutkan dalam riwayat Abu Juhaim, Rasulullah bersabda,
Seandainya orang yang lewat di hadapan orang (yang sedang) shalat
itu mengetahui dosa yang akan ditanggungnya, maka menunggu selama
empat puluh dan hal itu lebih baik baginya daripada lewat di hadapan
orang shalat.
Abu Nadhr (perawi hadits) berkata, Saya tidak tahu, apakah beliau
mengatakan empat puluh hari, atau empat puluh bulan atau empat puluh
tahun. HREF="#foot247">16
Tidak menerapkan hukum had dan
qishash di masjid
Diriwaytkan dari Hakim bin Hazm, Nabi bersabda,
Tidak boleh menerapkan hukum had di masjid dan jangan pula qishash.
HREF="#foot248">17
Tidak mengeraskan suara di masjid
Dari As-Saib bin Yazid, ia berkata,
Ketika aku sedang berdiri di masjid, tiba-tiba seseorang melempariku
dengan kerikil. Akupun menoleh kepadanya, ternyata dia adalah Umar
bin Khattab. Ia berkata, "Pergilah dan datangkan dua orang
tersebut." Akupun membawa kedua orang tersebut.
Umar bertanya, "Siapa atau darimana kalian?" Keduanya
menjawab, "Dari Tha’if." Umar kemudian berkata,
"Seandainya kalian adalah penduduk negeri ini, tentu akan
membuat kalian pingsan, kalian meninggikan suara di masjid Rasulullah.
HREF="#foot249">18
Tidak mengadakan jual beli di masjid
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda,
Apabila kalian melihat orang yang berjual beli di masjid, maka katakanlah,
"Semoga Allah tidak menjadikan untuk dalam perdaganganmu."
HREF="#foot269">19
Kedua hadits ini mengandung larang melakukan perdagangan dunia di
masjid, sebab masjid merpuakan tempat perdagangan akhirat antara makhluk
dan khaliqnya.
Tidak mencari atau mengumumkan barang yang hilang
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwasanya Nabi bersabda,
Barangsiapa mendengar seseorang mencari kehilangan di dalam masjid,
maka katakanlah, "Allah tidak mengembalikannya kepadamu,
sebab masjid tidak dibangun untuk ini." HREF="#foot251">20
Yakni, tidaklah masjid dibangun untuk urusan dunia. Tetapi dibangunnya
masjid ialah untuk berdzikir, membaca Al-Qur’an, shalat, majelis ilmu
dan untuk kemaslahatan kaum muslimin di dunia dan akhirat, tidak untuk
kepentingan pribadi atau golongan. HREF="#foot270">21
Tidak memasukkan atau membawa gambar atau buku-buku yang bergambar
ke dalam masjid.
Masjid merupakan tempat mulia dan memiliki kehormtan. Tidaklah layak
memasukkan masjid sesuatu yang haram ke dalam masjid, karena malaikat
tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan juga gambar,
Dari Ibnu Umar, ia berkata,
Jibril berjanji kepada Rasulullah untuk menemuinya, dan terlambat
hingga hal ini terasa berat bagi Rasulullah. Kemudian beliau keluar
dan menemui Jibril dan mengadu padanya. Maka dia berkata,
Sesungguhnya kami tidak memasuki rumah yang padanya terdapat anjung
dan gambar. HREF="#foot253">22
Syaikh Abdul Aziz Ibnu Salman berkata, di dalam Al-Manahilul
Hisan,
Dan yang perlu dicermati dan diwaspadai serta dijauhi dari masjid-masjid
adalah buku-buku yang terdapat gambar-gambar yang bernyawa seperti
huruf-huruf hijaiyah untuk anak SD kelas 1, buku muthala’ah,
dan buku-buku ilmu pengetahuan umum, sebab kebanyakan para pengajar
datang ke masjid dengan membawa buku-buku tersebut untuk mengulang
pelajaran dan apabila selesai ia meletakkannya di masjid. [Kemudian
beliau membawakan hadits di atas.] Demikian pula dengan pakaian
yang bergambar, baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. HREF="#foot255">23
Ikhtilat di dalam masjid
Hal ini dilarang, dan tidak hanya di masjid, tetapi juga di tempat
manapun. Karena, nash yang melarang tentang ikhtilat bersifat umum.
Dari Uqbah ibnu Amir, Rasulullah bersabda,
Hati-hatilah kalian dalam bergaul dengan wanita. Seseorang Anshar
berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana dengan ipar?"
Beliau bersabda, "Ipar adalah maut." HREF="#foot256">24
Demikian pula dengan khalwat [bersunyi-sunyi] antara laki-laki
dan perempuan. Rasulullah bersabda,
Janganlah seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita, sebab
(yang) ketiganya adalah syetan. HREF="#foot257">25
Tidak memakai wewangian -khusus bagi wanita-
Dari Zainab, isteri dari Abdullah ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah
bersabda kepada kami,
Jika salah seorang di antara kalian shalat di masjid, maka janganlah
menyentuh wewangian. HREF="#foot258">26
Tidak memakai pakaian yang dapat mengganggu kekhusyu’an shalat orang
lain
Dari Anas bin Malik,
Adalah kain baju milik Aisyah dijadikan sebagai gordin sisi rumahnya.
Maka Nabi pun bersabda kepadanya,
Jauhkanlah gordin (beraneka warna) ini dari (sisi) kami, sebab gambar-gambarnya
senantiasa nampak dalam shalatku. HREF="#foot259"
Senin, 06 Februari 2012
Kata mutiara 99
Apa yang indah itu datang pada waktu yang indah pula, jangan pernah berhenti berharap karena Allah mengerti segala niat dan segala cita2 kita, jangan paksa Allah swt untuk memberikan apa yang kita inginkan, tetapi biarkan Allah memberikan apa yang terbaik pada kita, Ingatlah semua yang terjadi pada diri kita adalah rancanganNya. Tetaplah berdoa dan jangan pernah menyerah ......SEMANGAT....
Rabu, 01 Februari 2012
2 DIMENSI SHOLAT
Dua Dimensi Shalat
Oleh: DR. Amir Faishol Fath
Shalat adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam Islam. Dalam deretan rukun Islam Rasulullah saw. menyebutnya sebagai yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat (syahadatain). Rasullah bersabda, “Islam dibangun atas lima pilar: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berhajji ke ka’bah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan.” (HR. Bukhari, No.8 dan HR. Muslim No.16).
Ketika ditanya Malaikat Jibril mengenai Islam, Rasullah saw. lagi-lagi menyebut shalat pada deretan yang kedua setelah syahadatain (HR. Muslim, No.8). Orang yang mengingkari salah satu dari rukun Islam, otomatis menjadi murtad (keluar dari Islam). Abu Bakar Ash Shidiq ra. ketika menjabat sebagai khalifah setelah Rasullah saw. wafat, pernah dihebohkan oleh sekelompok orang yang menolak zakat. Bagi Abu Bakar mereka telah murtad, maka wajib diperangi. Para sahabat bergerak memerangi mereka. Peristiwa itu terkenal dengan harbul murtaddin. Ini baru manolak zakat, apalagi menolak shalat.
Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa pada awal surah Al-Baqarah, Allah menerangkan bahwa menegakkan ibadah shalat adalah ciri kedua setelah beriman kepada yang ghaib (Al-Baqarah: 3). Dari proses bagaimana ibadah shalat ini disyariatkan –lewat kejadian yang sangat agung dan kita kenal dengan peristiwa Isra’ Mi’raj– Rasulullah saw. tidak menerima melalui perantara Malaikat Jibril, melainkan Allah swt. langsung mengajarkannya. Dari sini tampak dengan jelas keagungan ibadah shalat. Bahwa shalat bukan masalah ijtihadi (baca: hasil kerangan otak manusia yang bisa ditambah dan diklurangi) melainkan masalah ta’abbudi (baca: harus diterima apa adanya dengan penuh keta’atan). Sekecil apapun yang akan kita lakukan dalam shalat harus sesuai dengan apa yang diajarkan Allah langsung kepada Rasul-Nya, dan yang diajarkan Rasulullah saw. kepada kita.
Bila dalam ibadah haji Rasulullah saw. bersabda, “Ambillah dariku cara melaksanakan manasik hajimu”, maka dalam shalat Rasullah bersabda, “shalatlah sebagaiman kamu melihat aku shalat”. Untuk menjelaskan bagaimana cara Rasullah saw. melaksanakan shalat, paling tidak ada dua dimensi yang bisa diuraikan dalam pembahasan ini: dimensi ritual dan dimensi spiritual.
Dimensi Ritual Shalat
Dimensi ritual shalat adalah tata cara pelaksanaannya, termasuk di dalamnya berapa rakaat dan kapan waktu masing-masing shalat (shubuh, zhuhur, ashar, maghrib, isya’) yang harus ditegakkan. Dalam hal ini tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah saw., apa lagi ulama, yang mencoba-coba berusaha merevisi atau menginovasi. Umpamnya yang empat rakaat dikurangi menjadi tiga, yang tiga ditambah menjadi lima, yang dua ditambah menjadi empat dan lain sebagainya.
Dalam segi waktu pun tidak ada seorang ulama yang berani menggeser. Katakanlah waktu shalat Zhuhur digeser ke waktu dhuha, waktu shalat Maghrib digeser ke Ashar dan sebagainya (perhatikan: An-Nisa’: 103). Artinya shalat seorang tidak dianggap sah bila dilakukan sebelum waktunya atau kurang dari jumlah rakakat yang telah ditentukan. Dalam konteks ini tentu tidak bisa beralasan dengan shalat qashar (memendekkan jumlah rakaat) atau jama’ taqdim dan ta’khir (menggabung dua shalat seperti dzhuhur dengan ashar: diawalkan atau diakhirkan) karena masing-masing dari cara ini ada nashnya (baca: tuntunan dari Alquran dan sunnah Rasullah saw.; An-Nisa’: 101), dan itupun tidak setiap saat, melainkan hanya pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam nash.
Apa yang dibaca dalam shalat juga tercakup dalam tata cara ini dan harus mengikuti tuntunan Rasulullah. Jadi tidak bisa membaca apa saja seenaknya. Bila Rasullah memerintahkan agar kita harus shalat seperti beliau shalat, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menambah-nambah. Termasuk dalam hal menambah adalah membaca terjemahan secara terang-terangan dalam setiap bacaan yang dibaca dalam shalat. Karena sepanjang pengetahuan penulis tidak ada nash yang memerintahkan untuk juga membaca terjemahan bacaan dalam shalat, melainkan hanya perintah bahwa kita harus mengikuti Rasullah secara ta’abbudi dalam melakukan shalat ini.
Mungkin seorang mengatakan, benar kita harus mengikuti Rasullah, tapi bagaimana kalau kita tidak mengerti apa makna bacaan yang kita baca dalam shalat? Bukankah itu justru akan mengurangi nilai ibadah shalat itu sendiri? Dan kita hadir dalam shalat menjadi seperti burung beo, mengucapkan sesuatu tetapi tidak paham apa yang kita ucapkan?
Untuk mengerti bacaan dalam shalat, caranya tidak mesti dengan membaca terjemahannya ketika shalat, melainkan Anda bisa melakukannya di luar shalat. Sebab, tindakan membaca terjemahan dalam shalat seperti tindakan seorang pelajar yang menyontek jawaban dalam ruang ujian. Bila menyontek, jawaban merusak ujian pelajar. Membaca terjemahan dalam shalat juga merusak shalat. Bila si pelajar beralasan bahwa ia tidak bisa menjawab kalau tidak nyontek, kita menjawab Anda salah mengapa tidak belajar sebelum masuk ke ruang ujian. Demikian juga bila seorang beralasan bahwa ia tidak mengerti kalau tidak membaca terjemahan dalam shalat, kita jawab, Anda salah mengapa Anda tidak belajar memahami bacaan tersebut di luar shalat. Mengapa Anda harus dengan mengorbankan shalat, demi memahami bacaan yang Anda baca dalam shalat? Wong itu bisa Anda lakukan di luar shalat.
Pentingnya mengikuti cara Rasullah bershalat, ternyata bukan hanya bisa dipahami dari hadits tersebut di atas, melainkan dalam teks-teks Alquran sangat nampak dengan jelas. Dari segi bahasa dan gaya ungkap Alquran selalu menggunakan “aqiimush shalaata” (tegakkankanlah shalat) atau “yuqiimunash sahalat” (menegakkan shalat). Menariknya, ungkapan seperti ini juga digunakan Rasullah saw. Pada hadits mengenai pertemuannya dengan Malaikat Jibril, Rasullah bersabda: “watuqiimush shalata“ (HR. Muslim No.8) dan pada hadits mengenai pilar-pilar Islam bersabda: “waiqaamish shalati “. (HR. Bukahri No.8 dan HR. Muslim No.16)
Apa makna dari aqiimu atau yuqiimu di sini? Mengapa kok tidak langsung mengatakan shallu (bershalatlah) atau yushalluuna (mereka bershalat)? Para ahli tafsir bersepakat bahwa dalam kata aqiimu atau yuqiimuuna mengandung makna penegasan bahwa shalat itu harus ditegakkan secara sempurna: baik secara ritual dengan memenuhi syarat dan rukunnya, tanpa sedikitpun mengurangi atau menambah, maupun secara spiritual dengan melakukannya secara khusyuk seperti Rasulullah saw. melakukannya dengan penuh kekhusyukan. Masalah khusyu’ adalah pembahasan dimensi spiritual shalat yang akan kita bicarakan setelah ini.
Dimensi Spiritual Shalat
Mengikuti cara Rasulullah saw. shalat tidak cukup hanya dengan menyempurkan dimensi ritulanya saja, melainkan harus juga diikuti dengan menyempurnakan dimensi spritualnya. Ibarat jasad dengan ruh, memang seorang bisa hidup bila hanya memenuhi kebutuhan jasadnya, namun sungguh tidak sempurna bila ruhnya dibiarkan meronta-meronta tanpa dipenuhi kebutuhannya. Demikian juga shalat, memang secara fikih shalat Anda sah bila memenuhi syarat dan ruku’nya secara ritual, tapi apa makna shalat Anda bila tidak diikuti dengan kekhusyukan. Perihal kekhusyukan ini Alquran telah menjelaskan, “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, dan sesungguhnya shalat itu sangat berat kecuali bagi mereka yang khusyu.” (Al-Baqarah: 45)
Imam Ibn Katsir, ketika menafsirkan ayat ini, menyebutkan pendapat para ulama salaf mengenai makna khusyu’ dalam shalat: Mujahid mengatakan, itu suatu gambaran keimanan yang hakiki. Abul Aliyah menyebut, alkhasyi’in adalah orang yang dipenuhi rasa takut kepada Allah. Muqatil bin Hayyanperpendapat, alkhasyi’in itu orang yang penuh tawadhu’. Dhahhaq mengatakan, alkhasyi’en merupakan orang yang benar-benar tunduk penuh ketaatan dan ketakutan kepada Allah. (Ibn Katsir, Tafsirul Qur’anil azhim, Bairut, Darul fikr, 1986, vol. 1, h.133)
Dan pada dasarnya shalat –seperti yang digambarkan Ustadz Sayyid Quthub– adalah hubungan antara hamba dan Tuhannya yang dapat menguatkan hati, membekali keyakinan untuk menghadapi segala kenyataan yang harus dilalui. Rasulullah saw. –kata Sayyid- setiap kali menghadapi persoalan, selalu segara melaksanakan shalat. (Sayyid Quthub, fii zhilalil Qur’an, Bairut, Darusy syuruuq, 1985, vol. 1, h. 69)
Dalam hal ini tentu shalat yang dimaksud bukan sekedar shalat, melainkan shalat yang benar-benar ditegakkan secara sempurna: memenuhi syarat dan rukunnya, lebih dari itu penuh dengan kekhusyukan. Karena hanya shalat yang seperti inilah yang akan benar-benar memberikan ketenangan yang hakiki pada ruhani, dan benar- benar melahirkan sikap moral yang tinggi, seperti yang dinyatakan dalam Alquran: “dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar ”. (Al-Ankabut: 45)
Jelas, bahwa hanya shalat yang khusyu’ yang akan membimbing pelaksananya pada ketenangan dan kemuliaan perilaku. Oleh sebab itu para ulama terdahulu selalu mengajarkan bagimana kita menegakkan shalat dengan penuh kekhusyukan. Imam As-Samarqandi dalam bukunya tanbihul ghafiliin, menulis bab khusus dengan judul: Bab itmamush shalaati wal khusyu’u fiihaa (Bab menyempurkan dan khusyuk dalam shalat). Disebutkan dalam buku ini bahwa orang yang sembahyang banyak, tetapi orang yang menegakkan shalat secara sempurna sedikit. (As Samarqandi, Tanbihul ghafiliin, Bairut, Darul Kitab al’Araby, 2002, h. 293)
Imam As-Samarqandi benar. Kini kita menyaksikan orang-orang shalat di mana-mana. Tetapi, berapa dari mereka yang benar-benar menikmati buah shalatnya, menjaga diri dari perbuatan keji, perzinaan, korupsi dan lain sebagainya yang termasuk dalam kategori munkar.
Antara Ritual dan Spritual
Ketika Rasulullah saw. memerintahkan agar kita mengikuti shalat seperti yang beliau lakukan, itu maksudnya mengikuti secara sempurna: ritual dan spiritual. Ritual artinya menegakkan secara benar syarat dan rukunnya, spiritual artinya melaksanakannya dengan penuh keikhlsan, ketundukan dan kekhusyukan.
Kedua dimiensi itu adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Satu dimensi hilang, maka shalat Anda tidak sempurna. Bila Anda hanya mengutamakan yang spiritual saja, dengan mengabaikan yang ritual (seperti tidak mengkuti cara-cara shalat Rasulluah secara benar, menambahkan atau mengurangi, atau meniggalkannya sema sekali) itu tidak sah. Dengan bahasa lain, shalat yang ditambah dengan menerjemahkan setiap bacaannya ke dalam bahasa Indonesia, itu bukan shalat yang dicontohkan Rasullah. Maka, itu tidak disebut shalat, apapun alasan dan tujuannya.
Sebaliknya, bila yang Anda utamakan hanya yang ritual saja dengan mengabaikan yang spiritual, boleh jadi shalat Anda sah secara fikih. Tetapi, tidak akan membawa dampak apa-apa pada diri Anda. Karena yang Anda ambil hanya gerakan shalatnya saja. Sementara ruhani shalat itu Anda campakkan begitu saja. Bahkan bila yang anda abaikan dari dimensi spiritual shalat itu adalah keikhlasan, akibatnya fatal. Shalat Anda menjadi tidak bernilai apa-apa di sisi-Nya. Na’udzubillahi mindzaalika. Wallahu A’lam bish shawab.
Oleh: DR. Amir Faishol Fath
Shalat adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam Islam. Dalam deretan rukun Islam Rasulullah saw. menyebutnya sebagai yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat (syahadatain). Rasullah bersabda, “Islam dibangun atas lima pilar: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berhajji ke ka’bah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan.” (HR. Bukhari, No.8 dan HR. Muslim No.16).
Ketika ditanya Malaikat Jibril mengenai Islam, Rasullah saw. lagi-lagi menyebut shalat pada deretan yang kedua setelah syahadatain (HR. Muslim, No.8). Orang yang mengingkari salah satu dari rukun Islam, otomatis menjadi murtad (keluar dari Islam). Abu Bakar Ash Shidiq ra. ketika menjabat sebagai khalifah setelah Rasullah saw. wafat, pernah dihebohkan oleh sekelompok orang yang menolak zakat. Bagi Abu Bakar mereka telah murtad, maka wajib diperangi. Para sahabat bergerak memerangi mereka. Peristiwa itu terkenal dengan harbul murtaddin. Ini baru manolak zakat, apalagi menolak shalat.
Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa pada awal surah Al-Baqarah, Allah menerangkan bahwa menegakkan ibadah shalat adalah ciri kedua setelah beriman kepada yang ghaib (Al-Baqarah: 3). Dari proses bagaimana ibadah shalat ini disyariatkan –lewat kejadian yang sangat agung dan kita kenal dengan peristiwa Isra’ Mi’raj– Rasulullah saw. tidak menerima melalui perantara Malaikat Jibril, melainkan Allah swt. langsung mengajarkannya. Dari sini tampak dengan jelas keagungan ibadah shalat. Bahwa shalat bukan masalah ijtihadi (baca: hasil kerangan otak manusia yang bisa ditambah dan diklurangi) melainkan masalah ta’abbudi (baca: harus diterima apa adanya dengan penuh keta’atan). Sekecil apapun yang akan kita lakukan dalam shalat harus sesuai dengan apa yang diajarkan Allah langsung kepada Rasul-Nya, dan yang diajarkan Rasulullah saw. kepada kita.
Bila dalam ibadah haji Rasulullah saw. bersabda, “Ambillah dariku cara melaksanakan manasik hajimu”, maka dalam shalat Rasullah bersabda, “shalatlah sebagaiman kamu melihat aku shalat”. Untuk menjelaskan bagaimana cara Rasullah saw. melaksanakan shalat, paling tidak ada dua dimensi yang bisa diuraikan dalam pembahasan ini: dimensi ritual dan dimensi spiritual.
Dimensi Ritual Shalat
Dimensi ritual shalat adalah tata cara pelaksanaannya, termasuk di dalamnya berapa rakaat dan kapan waktu masing-masing shalat (shubuh, zhuhur, ashar, maghrib, isya’) yang harus ditegakkan. Dalam hal ini tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah saw., apa lagi ulama, yang mencoba-coba berusaha merevisi atau menginovasi. Umpamnya yang empat rakaat dikurangi menjadi tiga, yang tiga ditambah menjadi lima, yang dua ditambah menjadi empat dan lain sebagainya.
Dalam segi waktu pun tidak ada seorang ulama yang berani menggeser. Katakanlah waktu shalat Zhuhur digeser ke waktu dhuha, waktu shalat Maghrib digeser ke Ashar dan sebagainya (perhatikan: An-Nisa’: 103). Artinya shalat seorang tidak dianggap sah bila dilakukan sebelum waktunya atau kurang dari jumlah rakakat yang telah ditentukan. Dalam konteks ini tentu tidak bisa beralasan dengan shalat qashar (memendekkan jumlah rakaat) atau jama’ taqdim dan ta’khir (menggabung dua shalat seperti dzhuhur dengan ashar: diawalkan atau diakhirkan) karena masing-masing dari cara ini ada nashnya (baca: tuntunan dari Alquran dan sunnah Rasullah saw.; An-Nisa’: 101), dan itupun tidak setiap saat, melainkan hanya pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam nash.
Apa yang dibaca dalam shalat juga tercakup dalam tata cara ini dan harus mengikuti tuntunan Rasulullah. Jadi tidak bisa membaca apa saja seenaknya. Bila Rasullah memerintahkan agar kita harus shalat seperti beliau shalat, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menambah-nambah. Termasuk dalam hal menambah adalah membaca terjemahan secara terang-terangan dalam setiap bacaan yang dibaca dalam shalat. Karena sepanjang pengetahuan penulis tidak ada nash yang memerintahkan untuk juga membaca terjemahan bacaan dalam shalat, melainkan hanya perintah bahwa kita harus mengikuti Rasullah secara ta’abbudi dalam melakukan shalat ini.
Mungkin seorang mengatakan, benar kita harus mengikuti Rasullah, tapi bagaimana kalau kita tidak mengerti apa makna bacaan yang kita baca dalam shalat? Bukankah itu justru akan mengurangi nilai ibadah shalat itu sendiri? Dan kita hadir dalam shalat menjadi seperti burung beo, mengucapkan sesuatu tetapi tidak paham apa yang kita ucapkan?
Untuk mengerti bacaan dalam shalat, caranya tidak mesti dengan membaca terjemahannya ketika shalat, melainkan Anda bisa melakukannya di luar shalat. Sebab, tindakan membaca terjemahan dalam shalat seperti tindakan seorang pelajar yang menyontek jawaban dalam ruang ujian. Bila menyontek, jawaban merusak ujian pelajar. Membaca terjemahan dalam shalat juga merusak shalat. Bila si pelajar beralasan bahwa ia tidak bisa menjawab kalau tidak nyontek, kita menjawab Anda salah mengapa tidak belajar sebelum masuk ke ruang ujian. Demikian juga bila seorang beralasan bahwa ia tidak mengerti kalau tidak membaca terjemahan dalam shalat, kita jawab, Anda salah mengapa Anda tidak belajar memahami bacaan tersebut di luar shalat. Mengapa Anda harus dengan mengorbankan shalat, demi memahami bacaan yang Anda baca dalam shalat? Wong itu bisa Anda lakukan di luar shalat.
Pentingnya mengikuti cara Rasullah bershalat, ternyata bukan hanya bisa dipahami dari hadits tersebut di atas, melainkan dalam teks-teks Alquran sangat nampak dengan jelas. Dari segi bahasa dan gaya ungkap Alquran selalu menggunakan “aqiimush shalaata” (tegakkankanlah shalat) atau “yuqiimunash sahalat” (menegakkan shalat). Menariknya, ungkapan seperti ini juga digunakan Rasullah saw. Pada hadits mengenai pertemuannya dengan Malaikat Jibril, Rasullah bersabda: “watuqiimush shalata“ (HR. Muslim No.8) dan pada hadits mengenai pilar-pilar Islam bersabda: “waiqaamish shalati “. (HR. Bukahri No.8 dan HR. Muslim No.16)
Apa makna dari aqiimu atau yuqiimu di sini? Mengapa kok tidak langsung mengatakan shallu (bershalatlah) atau yushalluuna (mereka bershalat)? Para ahli tafsir bersepakat bahwa dalam kata aqiimu atau yuqiimuuna mengandung makna penegasan bahwa shalat itu harus ditegakkan secara sempurna: baik secara ritual dengan memenuhi syarat dan rukunnya, tanpa sedikitpun mengurangi atau menambah, maupun secara spiritual dengan melakukannya secara khusyuk seperti Rasulullah saw. melakukannya dengan penuh kekhusyukan. Masalah khusyu’ adalah pembahasan dimensi spiritual shalat yang akan kita bicarakan setelah ini.
Dimensi Spiritual Shalat
Mengikuti cara Rasulullah saw. shalat tidak cukup hanya dengan menyempurkan dimensi ritulanya saja, melainkan harus juga diikuti dengan menyempurnakan dimensi spritualnya. Ibarat jasad dengan ruh, memang seorang bisa hidup bila hanya memenuhi kebutuhan jasadnya, namun sungguh tidak sempurna bila ruhnya dibiarkan meronta-meronta tanpa dipenuhi kebutuhannya. Demikian juga shalat, memang secara fikih shalat Anda sah bila memenuhi syarat dan ruku’nya secara ritual, tapi apa makna shalat Anda bila tidak diikuti dengan kekhusyukan. Perihal kekhusyukan ini Alquran telah menjelaskan, “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, dan sesungguhnya shalat itu sangat berat kecuali bagi mereka yang khusyu.” (Al-Baqarah: 45)
Imam Ibn Katsir, ketika menafsirkan ayat ini, menyebutkan pendapat para ulama salaf mengenai makna khusyu’ dalam shalat: Mujahid mengatakan, itu suatu gambaran keimanan yang hakiki. Abul Aliyah menyebut, alkhasyi’in adalah orang yang dipenuhi rasa takut kepada Allah. Muqatil bin Hayyanperpendapat, alkhasyi’in itu orang yang penuh tawadhu’. Dhahhaq mengatakan, alkhasyi’en merupakan orang yang benar-benar tunduk penuh ketaatan dan ketakutan kepada Allah. (Ibn Katsir, Tafsirul Qur’anil azhim, Bairut, Darul fikr, 1986, vol. 1, h.133)
Dan pada dasarnya shalat –seperti yang digambarkan Ustadz Sayyid Quthub– adalah hubungan antara hamba dan Tuhannya yang dapat menguatkan hati, membekali keyakinan untuk menghadapi segala kenyataan yang harus dilalui. Rasulullah saw. –kata Sayyid- setiap kali menghadapi persoalan, selalu segara melaksanakan shalat. (Sayyid Quthub, fii zhilalil Qur’an, Bairut, Darusy syuruuq, 1985, vol. 1, h. 69)
Dalam hal ini tentu shalat yang dimaksud bukan sekedar shalat, melainkan shalat yang benar-benar ditegakkan secara sempurna: memenuhi syarat dan rukunnya, lebih dari itu penuh dengan kekhusyukan. Karena hanya shalat yang seperti inilah yang akan benar-benar memberikan ketenangan yang hakiki pada ruhani, dan benar- benar melahirkan sikap moral yang tinggi, seperti yang dinyatakan dalam Alquran: “dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar ”. (Al-Ankabut: 45)
Jelas, bahwa hanya shalat yang khusyu’ yang akan membimbing pelaksananya pada ketenangan dan kemuliaan perilaku. Oleh sebab itu para ulama terdahulu selalu mengajarkan bagimana kita menegakkan shalat dengan penuh kekhusyukan. Imam As-Samarqandi dalam bukunya tanbihul ghafiliin, menulis bab khusus dengan judul: Bab itmamush shalaati wal khusyu’u fiihaa (Bab menyempurkan dan khusyuk dalam shalat). Disebutkan dalam buku ini bahwa orang yang sembahyang banyak, tetapi orang yang menegakkan shalat secara sempurna sedikit. (As Samarqandi, Tanbihul ghafiliin, Bairut, Darul Kitab al’Araby, 2002, h. 293)
Imam As-Samarqandi benar. Kini kita menyaksikan orang-orang shalat di mana-mana. Tetapi, berapa dari mereka yang benar-benar menikmati buah shalatnya, menjaga diri dari perbuatan keji, perzinaan, korupsi dan lain sebagainya yang termasuk dalam kategori munkar.
Antara Ritual dan Spritual
Ketika Rasulullah saw. memerintahkan agar kita mengikuti shalat seperti yang beliau lakukan, itu maksudnya mengikuti secara sempurna: ritual dan spiritual. Ritual artinya menegakkan secara benar syarat dan rukunnya, spiritual artinya melaksanakannya dengan penuh keikhlsan, ketundukan dan kekhusyukan.
Kedua dimiensi itu adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Satu dimensi hilang, maka shalat Anda tidak sempurna. Bila Anda hanya mengutamakan yang spiritual saja, dengan mengabaikan yang ritual (seperti tidak mengkuti cara-cara shalat Rasulluah secara benar, menambahkan atau mengurangi, atau meniggalkannya sema sekali) itu tidak sah. Dengan bahasa lain, shalat yang ditambah dengan menerjemahkan setiap bacaannya ke dalam bahasa Indonesia, itu bukan shalat yang dicontohkan Rasullah. Maka, itu tidak disebut shalat, apapun alasan dan tujuannya.
Sebaliknya, bila yang Anda utamakan hanya yang ritual saja dengan mengabaikan yang spiritual, boleh jadi shalat Anda sah secara fikih. Tetapi, tidak akan membawa dampak apa-apa pada diri Anda. Karena yang Anda ambil hanya gerakan shalatnya saja. Sementara ruhani shalat itu Anda campakkan begitu saja. Bahkan bila yang anda abaikan dari dimensi spiritual shalat itu adalah keikhlasan, akibatnya fatal. Shalat Anda menjadi tidak bernilai apa-apa di sisi-Nya. Na’udzubillahi mindzaalika. Wallahu A’lam bish shawab.
Sifat Wudhu Rasulullah SAW
Sifat Wudhu Rasulullah SAW
Agar sholat yang dikerjakan benar-benar bernilai ibadah, maka sebagai muslim yang beriman sudah seharusnya mengikuti cara-cara berwudhu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Berikut adalah cara-cara berwudhu yang diajarkan Rasululah :
1. Berniat. Dari Umar RA, dia berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda“Bahwa sesungguhnya setiap amalan itu dengan niat”[1]
2. Membaca basmalah yakni ‘ بسم الله ‘ (bismillah) yang bermaksud “Dengan nama Allah”. Sabda Rasulullah SAW:
لا صلاة لمن لا وضوء له، ولا وضوء لمن لم يذكر اسم اللّه تعالى عليه
Maksudnya: “Tiada sholat untuk siapa yang tidak berwudhu baginya, tiada wudhu’ untuk siapa yang tidak menyebut nama Allah SWT.”[2]
Akan tetapi sekiranya seseorang lupa untuk membaca basmalah tidaklah mengapa, wudhu’nya sah dan tidak perlu mengulangi wudhu’nya lagi.[3]
Tatacara wudhu Rasulullah SAW telah ditunjukkan dalam satu hadith.
أن حمران مولى عثمان أخبره؛ أن عثمان بن عفان رضي الله عنه دعا بوضوء. فتوضأ. فغسل كفيه ثلاث مرات. ثم مضمض واستنثر. ثم غسل وجهه ثلاث مرات. ثم غسل يده اليمنى إلى المرفق ثلاث مرات. ثم غسل يده اليسرى مثل ذلك. ثم مسح رأسه. ثم غسل رجله اليمنى إلى الكعبين ثلاث مرات. ثم غسل اليسرى مثل ذلك. ثم قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم توضأ نحو وضوئي هذا
Humran ra, hamba Uthman bin Affan RA meriwayatkan, Uthman bin Affan RA memanggilnya untuk berwudhu, dan dia (Uthman RA) pun berwudhu. Maka dia mencuci kedua pergelangan tangannya/telapak tangan sebanyak tiga kali, seterusnya dia memasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya dan kemudian menghembuskannya keluar.
Kemudian beliau mencuci mukanya tiga kali. Kemudian beliau mencuci tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Kemudian mencuci tangan kirinya seperti itu juga. Seterusnya beliau menyapu kepalanya. Kemudia beliau menyapu kaki kanannya hingga ke buku kaki tiga kali. Kemudian beliau mencuci kaki kiri seperti itu juga. Seterusnya Uthman bin Affan ra berkata: “Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu’ sebagaimana wudhu’ aku ini.”[4]
3. Tatacara wudhu berdasarkan hadist di atas dapat diringkaskan sebagai:
(1). Mencuci kedua pergelangan tangan sebanyak tiga kali. Lihat gambar:
(2). Memasukkan air ke dalam mulut dan hidung dengan serentak sebanyak tiga kali kemudian menghembuskannya keluar. Air itu dimasukkan ke dalam mulut dan hidung dengan menggunakan tangan kanan. Kemudian air tersebut dikeluarkan
menggunakan tangan kiri.Hal ini diterangkan dalam hadis berikut:
وعن عبد خير قال نحن جلوس ننظر إلي علي حين توضأ فأدخل يده اليمنى فملأ فمه فمضمض واستنشق ونثر بيده اليسرى فعل هذا ثلاث مرات ثم قال من سره أن ينظر إلى طهور رسول الله صلى الله عليه وسلم فهذا طهوره
Dari Abd Khair, dia berkata kami duduk-duduk dan melihat Ali RA ketika beliau berwudhu’, dia memasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya dengan menggunakan tangan kanan kemudian mengeluarkannya dengan menggunakan tangan kiri. Beliau melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali.
Kemudian Ali RA berkata: “Barangsiapa ingin melihat cara Rasulullah SAW berwudhu’, maka beginilah cara wudhu’nya.”[5]
Memasukkan air ke dalam hidung hendaklah dilakukan dengan bersungguh-sungguh kecuali ketika berpuasa. Sabda Rasulullah SAW: “Bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke dalam hidung melainkan ketika kamu berpuasa.”[6]
(3). Membasuh muka sebanyak tiga kali. Kawasan muka ialah dari pangkal tumbuhnya rambut hingga bawah dagu atau janggut. Dan dari telinga kanan hingga telinga kiri.[7]
(4). Jika rambut yang tumbuh pada wajah tidak terlalu tebal, maka wajib membasuhnya sehingga kulit yang dilindungi bulu-bulu tersebut. Sedangkan jika terlalu tebal, cukup dengan hanya membasuhnya sahaja.
(5). Membasuh tangan dari hujung tangan hingga ke siku sebanyak tiga kali.
(6). Menyapu keseluruhan kepala dan telinga sekali saja. Kedua-dua telinga adalah termasuk dalam kawasan kepala. Rasulullah SAW bersabda: “Kedua telinga adalah daripada kepala.” [8]
(7). Cara menyapu kepala ialah dengan meratakan air ke seluruh kepala dan setelah itu kedua-dua jari telunjuk digunakan untuk membersihkan bagian dalam telinga manakala kedua-dua ibu jari pula digunakan untuk membersihkan bahagian belakang telinga.[9]
(8). Membasuh kaki dari ujung jari hingga ke buku kaki sebanyak tiga kali.
4. Setelah melakukan hal-hal di atas, hendaklah membaca doa selepas wudhu’
Do’a selepas wudhu yang wujud di dalam sunnah. Ada beberapa jenis bentuk doa setelah berwudhu’, antaranya:
Umar Ibn Khattab RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah siapa di antara kamu yang melakukan wudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian membaca:
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Ashhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa shareekalahu washhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasooluhu
(Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah yang Esa yang tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahawa Nabi Muhammad itu hambaNya dan RasulNya)
melainkan kesemua delapan pintu syurga akan dibuka untuknya- dan dia akan memasukinya melalui mana-mana pintu yang dia kehendaki.[10]
Di dalam riwayat at-Tirmizi ditambah kalimat di bawah kepada doa di atas:
اللهم اجعلني من التوبين و اجعلني من المتطهرين
Allahummaj’alni minat tawwabin, waj ‘alni minal mutatohhirin
(Ya Allah, jadikanlah aku dari kalangan manusia yang bertaubat dan jadikanlah aku dari mereka yang bersuci.)[11]
Abu Said al-Khudri pula meriwayatkan dari Rasulullah SAW bacaan begini:
سبحانك اللهم و بحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك و اتوب اليك
Subhaanakallaahumma wa bihamdika ashhadu anlaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atoobu ilaika
(Maha suci Engkau wahai Tuhanku dan segala puji buat Engkau, aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau dan aku memohon keampunan daripada engkau dan aku bertaubat kepada Engkau.)[12]
Catatan kaki ( Dalil pendukung ) :
[1] Riwayat al-Bukhari di dalam muqaddimah sahihnya dan Imam Muslim hadis no:1908
[2] Abu Daud (101), Ibn Majah (399) dan at-Tirmizi (26). Al-Albani menyatakan ia sahih, Sahih al-Jami’ as-Shoghir (7514)
[3 ]Sifat Wudhu Nabi, m/s 8
[4] Riwayat Muslim di dalam Shahihnya (225)
[5] Di riwayatkan oleh Imam ad-Darimi di dalam Sunannya. Al-Albani menyatakan ia sahih di dalam Misykat al-Masobi
[6] Di riwayatkan di dalam Sunan Abu Daud (142). Al-Albani menyatakan ia sahih di dalam Shahih Abi Daud.
[7] Sifat Wudhu Nabi m/s 12
[8] Sunan Abi Daud: 134
[9] Sunan Abi Daud:135
[10] Riwayat Muslim: 234, Abu Daud:169, at-Tirmizi:55, an-Nasai:148 dan Ibn
Majah:470
[11] Di nilai Sahih oleh al-Albani
[12] Di riwayat oleh Ibn Sunni di dalam ‘amal al-Yaum wa al-Lailah:30, dinilai sahih oleh al-Albani.
HIKMAH DI BALIK WUDHU
Berikut ini adalah hikmah yang dapat kita peroleh dari wudhu seperti yang diuraikan Imam Al-Ghazali dalam bukunya "Ihya Ulumuddin".Mudah-mudahan Allah swt selalu mencucurkan rahmat-Nya.Banyak di antara kita yang tidak sadar akan hakikat bahwa setiap yang dituntut dalam Islam mempunyai hikmahnya yang tersendiri.
1. Ketika berkumur
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah ampunilah dosa mulut dan lidahku ini "Penjelasan : Kita hari-hari bercakap benda-benda yang tak berfaedah.
2. Ketika membasuh muka,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, putihkanlah mukaku di akhirat kelak, Janganlah Kau hitamkan muka ku ini".Penjelasan : Ahli syurga mukanya putih berseri-seri.
3. Ketika membasuh tangan kanan,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, berikanlah hisab-hisab ku di tangan kananku ini "Penjelasan: Ahli syurga diberikan hisab-hisabnya di tangan kanan
4. Ketika membasuh tangan kiri,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, janganlah Kau berikan hisab-hisabku di tangan kiriku ini".Penjelasan : Ahli neraka diberikan hisab-hisabnya di tangan kiri
5. Ketika membasuh kep`la,
Berniatlah kamu dengan,"Ya Allah, lindungilah daku dari terik matahari di padang Masyar dengan ArasyMu "Penjelasan : Panas di Padang Masyar macam matahari sejengkal di atas kepala.
6. Ketika membasuh telinga,
Berniatlah kamu dengan,"Ya Allah,ampunilah dosa telinga ku ini"Penjelasan : Hari-hari mendengar orang mengumpat, memfitnah, mendengar lagu-lagu berunsur maksiat.
7. Ketika membasuh kaki kanan,
Berniatlah kamu dengan."Ya Allah, permudahkan-lah aku melintasi titian Siratul Mustaqqim".Penjelasan : Ahli syurga melintasi titian dengan pantas sekali.
8. Ketika membasuh kaki kiri,
Berniatlah kamu Dengan,"YaAllah, bawakanlah daku pergi ke masjid-masjid, surau-surau dan bukan tempat-tempat maksiat "Penjelasan : Qada' dan Qadar kita di tangan Allah.Pernah kita terfikir mengapa kita mengambil wudhu sedemikian rupa? Pernah kita terfikir segala hikmah yang kita peroleh dalam menghayati Islam? Pernah kita terfikir mengapa Allah lahirkan kita sebagai umat Islam? Bersyukurlah dan bertaubat selalu.
Agar sholat yang dikerjakan benar-benar bernilai ibadah, maka sebagai muslim yang beriman sudah seharusnya mengikuti cara-cara berwudhu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Berikut adalah cara-cara berwudhu yang diajarkan Rasululah :
1. Berniat. Dari Umar RA, dia berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda“Bahwa sesungguhnya setiap amalan itu dengan niat”[1]
2. Membaca basmalah yakni ‘ بسم الله ‘ (bismillah) yang bermaksud “Dengan nama Allah”. Sabda Rasulullah SAW:
لا صلاة لمن لا وضوء له، ولا وضوء لمن لم يذكر اسم اللّه تعالى عليه
Maksudnya: “Tiada sholat untuk siapa yang tidak berwudhu baginya, tiada wudhu’ untuk siapa yang tidak menyebut nama Allah SWT.”[2]
Akan tetapi sekiranya seseorang lupa untuk membaca basmalah tidaklah mengapa, wudhu’nya sah dan tidak perlu mengulangi wudhu’nya lagi.[3]
Tatacara wudhu Rasulullah SAW telah ditunjukkan dalam satu hadith.
أن حمران مولى عثمان أخبره؛ أن عثمان بن عفان رضي الله عنه دعا بوضوء. فتوضأ. فغسل كفيه ثلاث مرات. ثم مضمض واستنثر. ثم غسل وجهه ثلاث مرات. ثم غسل يده اليمنى إلى المرفق ثلاث مرات. ثم غسل يده اليسرى مثل ذلك. ثم مسح رأسه. ثم غسل رجله اليمنى إلى الكعبين ثلاث مرات. ثم غسل اليسرى مثل ذلك. ثم قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم توضأ نحو وضوئي هذا
Humran ra, hamba Uthman bin Affan RA meriwayatkan, Uthman bin Affan RA memanggilnya untuk berwudhu, dan dia (Uthman RA) pun berwudhu. Maka dia mencuci kedua pergelangan tangannya/telapak tangan sebanyak tiga kali, seterusnya dia memasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya dan kemudian menghembuskannya keluar.
Kemudian beliau mencuci mukanya tiga kali. Kemudian beliau mencuci tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Kemudian mencuci tangan kirinya seperti itu juga. Seterusnya beliau menyapu kepalanya. Kemudia beliau menyapu kaki kanannya hingga ke buku kaki tiga kali. Kemudian beliau mencuci kaki kiri seperti itu juga. Seterusnya Uthman bin Affan ra berkata: “Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu’ sebagaimana wudhu’ aku ini.”[4]
3. Tatacara wudhu berdasarkan hadist di atas dapat diringkaskan sebagai:
(1). Mencuci kedua pergelangan tangan sebanyak tiga kali. Lihat gambar:
(2). Memasukkan air ke dalam mulut dan hidung dengan serentak sebanyak tiga kali kemudian menghembuskannya keluar. Air itu dimasukkan ke dalam mulut dan hidung dengan menggunakan tangan kanan. Kemudian air tersebut dikeluarkan
menggunakan tangan kiri.Hal ini diterangkan dalam hadis berikut:
وعن عبد خير قال نحن جلوس ننظر إلي علي حين توضأ فأدخل يده اليمنى فملأ فمه فمضمض واستنشق ونثر بيده اليسرى فعل هذا ثلاث مرات ثم قال من سره أن ينظر إلى طهور رسول الله صلى الله عليه وسلم فهذا طهوره
Dari Abd Khair, dia berkata kami duduk-duduk dan melihat Ali RA ketika beliau berwudhu’, dia memasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya dengan menggunakan tangan kanan kemudian mengeluarkannya dengan menggunakan tangan kiri. Beliau melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali.
Kemudian Ali RA berkata: “Barangsiapa ingin melihat cara Rasulullah SAW berwudhu’, maka beginilah cara wudhu’nya.”[5]
Memasukkan air ke dalam hidung hendaklah dilakukan dengan bersungguh-sungguh kecuali ketika berpuasa. Sabda Rasulullah SAW: “Bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke dalam hidung melainkan ketika kamu berpuasa.”[6]
(3). Membasuh muka sebanyak tiga kali. Kawasan muka ialah dari pangkal tumbuhnya rambut hingga bawah dagu atau janggut. Dan dari telinga kanan hingga telinga kiri.[7]
(4). Jika rambut yang tumbuh pada wajah tidak terlalu tebal, maka wajib membasuhnya sehingga kulit yang dilindungi bulu-bulu tersebut. Sedangkan jika terlalu tebal, cukup dengan hanya membasuhnya sahaja.
(5). Membasuh tangan dari hujung tangan hingga ke siku sebanyak tiga kali.
(6). Menyapu keseluruhan kepala dan telinga sekali saja. Kedua-dua telinga adalah termasuk dalam kawasan kepala. Rasulullah SAW bersabda: “Kedua telinga adalah daripada kepala.” [8]
(7). Cara menyapu kepala ialah dengan meratakan air ke seluruh kepala dan setelah itu kedua-dua jari telunjuk digunakan untuk membersihkan bagian dalam telinga manakala kedua-dua ibu jari pula digunakan untuk membersihkan bahagian belakang telinga.[9]
(8). Membasuh kaki dari ujung jari hingga ke buku kaki sebanyak tiga kali.
4. Setelah melakukan hal-hal di atas, hendaklah membaca doa selepas wudhu’
Do’a selepas wudhu yang wujud di dalam sunnah. Ada beberapa jenis bentuk doa setelah berwudhu’, antaranya:
Umar Ibn Khattab RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah siapa di antara kamu yang melakukan wudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian membaca:
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Ashhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa shareekalahu washhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasooluhu
(Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah yang Esa yang tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahawa Nabi Muhammad itu hambaNya dan RasulNya)
melainkan kesemua delapan pintu syurga akan dibuka untuknya- dan dia akan memasukinya melalui mana-mana pintu yang dia kehendaki.[10]
Di dalam riwayat at-Tirmizi ditambah kalimat di bawah kepada doa di atas:
اللهم اجعلني من التوبين و اجعلني من المتطهرين
Allahummaj’alni minat tawwabin, waj ‘alni minal mutatohhirin
(Ya Allah, jadikanlah aku dari kalangan manusia yang bertaubat dan jadikanlah aku dari mereka yang bersuci.)[11]
Abu Said al-Khudri pula meriwayatkan dari Rasulullah SAW bacaan begini:
سبحانك اللهم و بحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك و اتوب اليك
Subhaanakallaahumma wa bihamdika ashhadu anlaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atoobu ilaika
(Maha suci Engkau wahai Tuhanku dan segala puji buat Engkau, aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau dan aku memohon keampunan daripada engkau dan aku bertaubat kepada Engkau.)[12]
Catatan kaki ( Dalil pendukung ) :
[1] Riwayat al-Bukhari di dalam muqaddimah sahihnya dan Imam Muslim hadis no:1908
[2] Abu Daud (101), Ibn Majah (399) dan at-Tirmizi (26). Al-Albani menyatakan ia sahih, Sahih al-Jami’ as-Shoghir (7514)
[3 ]Sifat Wudhu Nabi, m/s 8
[4] Riwayat Muslim di dalam Shahihnya (225)
[5] Di riwayatkan oleh Imam ad-Darimi di dalam Sunannya. Al-Albani menyatakan ia sahih di dalam Misykat al-Masobi
[6] Di riwayatkan di dalam Sunan Abu Daud (142). Al-Albani menyatakan ia sahih di dalam Shahih Abi Daud.
[7] Sifat Wudhu Nabi m/s 12
[8] Sunan Abi Daud: 134
[9] Sunan Abi Daud:135
[10] Riwayat Muslim: 234, Abu Daud:169, at-Tirmizi:55, an-Nasai:148 dan Ibn
Majah:470
[11] Di nilai Sahih oleh al-Albani
[12] Di riwayat oleh Ibn Sunni di dalam ‘amal al-Yaum wa al-Lailah:30, dinilai sahih oleh al-Albani.
HIKMAH DI BALIK WUDHU
Berikut ini adalah hikmah yang dapat kita peroleh dari wudhu seperti yang diuraikan Imam Al-Ghazali dalam bukunya "Ihya Ulumuddin".Mudah-mudahan Allah swt selalu mencucurkan rahmat-Nya.Banyak di antara kita yang tidak sadar akan hakikat bahwa setiap yang dituntut dalam Islam mempunyai hikmahnya yang tersendiri.
1. Ketika berkumur
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah ampunilah dosa mulut dan lidahku ini "Penjelasan : Kita hari-hari bercakap benda-benda yang tak berfaedah.
2. Ketika membasuh muka,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, putihkanlah mukaku di akhirat kelak, Janganlah Kau hitamkan muka ku ini".Penjelasan : Ahli syurga mukanya putih berseri-seri.
3. Ketika membasuh tangan kanan,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, berikanlah hisab-hisab ku di tangan kananku ini "Penjelasan: Ahli syurga diberikan hisab-hisabnya di tangan kanan
4. Ketika membasuh tangan kiri,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, janganlah Kau berikan hisab-hisabku di tangan kiriku ini".Penjelasan : Ahli neraka diberikan hisab-hisabnya di tangan kiri
5. Ketika membasuh kep`la,
Berniatlah kamu dengan,"Ya Allah, lindungilah daku dari terik matahari di padang Masyar dengan ArasyMu "Penjelasan : Panas di Padang Masyar macam matahari sejengkal di atas kepala.
6. Ketika membasuh telinga,
Berniatlah kamu dengan,"Ya Allah,ampunilah dosa telinga ku ini"Penjelasan : Hari-hari mendengar orang mengumpat, memfitnah, mendengar lagu-lagu berunsur maksiat.
7. Ketika membasuh kaki kanan,
Berniatlah kamu dengan."Ya Allah, permudahkan-lah aku melintasi titian Siratul Mustaqqim".Penjelasan : Ahli syurga melintasi titian dengan pantas sekali.
8. Ketika membasuh kaki kiri,
Berniatlah kamu Dengan,"YaAllah, bawakanlah daku pergi ke masjid-masjid, surau-surau dan bukan tempat-tempat maksiat "Penjelasan : Qada' dan Qadar kita di tangan Allah.Pernah kita terfikir mengapa kita mengambil wudhu sedemikian rupa? Pernah kita terfikir segala hikmah yang kita peroleh dalam menghayati Islam? Pernah kita terfikir mengapa Allah lahirkan kita sebagai umat Islam? Bersyukurlah dan bertaubat selalu.
Sifat Wudhu Rasulullah SAW
Sifat Wudhu Rasulullah SAW
Agar sholat yang dikerjakan benar-benar bernilai ibadah, maka sebagai muslim yang beriman sudah seharusnya mengikuti cara-cara berwudhu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Berikut adalah cara-cara berwudhu yang diajarkan Rasululah :
1. Berniat. Dari Umar RA, dia berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda“Bahwa sesungguhnya setiap amalan itu dengan niat”[1]
2. Membaca basmalah yakni ‘ بسم الله ‘ (bismillah) yang bermaksud “Dengan nama Allah”. Sabda Rasulullah SAW:
لا صلاة لمن لا وضوء له، ولا وضوء لمن لم يذكر اسم اللّه تعالى عليه
Maksudnya: “Tiada sholat untuk siapa yang tidak berwudhu baginya, tiada wudhu’ untuk siapa yang tidak menyebut nama Allah SWT.”[2]
Akan tetapi sekiranya seseorang lupa untuk membaca basmalah tidaklah mengapa, wudhu’nya sah dan tidak perlu mengulangi wudhu’nya lagi.[3]
Tatacara wudhu Rasulullah SAW telah ditunjukkan dalam satu hadith.
أن حمران مولى عثمان أخبره؛ أن عثمان بن عفان رضي الله عنه دعا بوضوء. فتوضأ. فغسل كفيه ثلاث مرات. ثم مضمض واستنثر. ثم غسل وجهه ثلاث مرات. ثم غسل يده اليمنى إلى المرفق ثلاث مرات. ثم غسل يده اليسرى مثل ذلك. ثم مسح رأسه. ثم غسل رجله اليمنى إلى الكعبين ثلاث مرات. ثم غسل اليسرى مثل ذلك. ثم قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم توضأ نحو وضوئي هذا
Humran ra, hamba Uthman bin Affan RA meriwayatkan, Uthman bin Affan RA memanggilnya untuk berwudhu, dan dia (Uthman RA) pun berwudhu. Maka dia mencuci kedua pergelangan tangannya/telapak tangan sebanyak tiga kali, seterusnya dia memasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya dan kemudian menghembuskannya keluar.
Kemudian beliau mencuci mukanya tiga kali. Kemudian beliau mencuci tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Kemudian mencuci tangan kirinya seperti itu juga. Seterusnya beliau menyapu kepalanya. Kemudia beliau menyapu kaki kanannya hingga ke buku kaki tiga kali. Kemudian beliau mencuci kaki kiri seperti itu juga. Seterusnya Uthman bin Affan ra berkata: “Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu’ sebagaimana wudhu’ aku ini.”[4]
3. Tatacara wudhu berdasarkan hadist di atas dapat diringkaskan sebagai:
(1). Mencuci kedua pergelangan tangan sebanyak tiga kali. Lihat gambar:
(2). Memasukkan air ke dalam mulut dan hidung dengan serentak sebanyak tiga kali kemudian menghembuskannya keluar. Air itu dimasukkan ke dalam mulut dan hidung dengan menggunakan tangan kanan. Kemudian air tersebut dikeluarkan
menggunakan tangan kiri.Hal ini diterangkan dalam hadis berikut:
وعن عبد خير قال نحن جلوس ننظر إلي علي حين توضأ فأدخل يده اليمنى فملأ فمه فمضمض واستنشق ونثر بيده اليسرى فعل هذا ثلاث مرات ثم قال من سره أن ينظر إلى طهور رسول الله صلى الله عليه وسلم فهذا طهوره
Dari Abd Khair, dia berkata kami duduk-duduk dan melihat Ali RA ketika beliau berwudhu’, dia memasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya dengan menggunakan tangan kanan kemudian mengeluarkannya dengan menggunakan tangan kiri. Beliau melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali.
Kemudian Ali RA berkata: “Barangsiapa ingin melihat cara Rasulullah SAW berwudhu’, maka beginilah cara wudhu’nya.”[5]
Memasukkan air ke dalam hidung hendaklah dilakukan dengan bersungguh-sungguh kecuali ketika berpuasa. Sabda Rasulullah SAW: “Bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke dalam hidung melainkan ketika kamu berpuasa.”[6]
(3). Membasuh muka sebanyak tiga kali. Kawasan muka ialah dari pangkal tumbuhnya rambut hingga bawah dagu atau janggut. Dan dari telinga kanan hingga telinga kiri.[7]
(4). Jika rambut yang tumbuh pada wajah tidak terlalu tebal, maka wajib membasuhnya sehingga kulit yang dilindungi bulu-bulu tersebut. Sedangkan jika terlalu tebal, cukup dengan hanya membasuhnya sahaja.
(5). Membasuh tangan dari hujung tangan hingga ke siku sebanyak tiga kali.
(6). Menyapu keseluruhan kepala dan telinga sekali saja. Kedua-dua telinga adalah termasuk dalam kawasan kepala. Rasulullah SAW bersabda: “Kedua telinga adalah daripada kepala.” [8]
(7). Cara menyapu kepala ialah dengan meratakan air ke seluruh kepala dan setelah itu kedua-dua jari telunjuk digunakan untuk membersihkan bagian dalam telinga manakala kedua-dua ibu jari pula digunakan untuk membersihkan bahagian belakang telinga.[9]
(8). Membasuh kaki dari ujung jari hingga ke buku kaki sebanyak tiga kali.
4. Setelah melakukan hal-hal di atas, hendaklah membaca doa selepas wudhu’
Do’a selepas wudhu yang wujud di dalam sunnah. Ada beberapa jenis bentuk doa setelah berwudhu’, antaranya:
Umar Ibn Khattab RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah siapa di antara kamu yang melakukan wudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian membaca:
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Ashhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa shareekalahu washhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasooluhu
(Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah yang Esa yang tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahawa Nabi Muhammad itu hambaNya dan RasulNya)
melainkan kesemua delapan pintu syurga akan dibuka untuknya- dan dia akan memasukinya melalui mana-mana pintu yang dia kehendaki.[10]
Di dalam riwayat at-Tirmizi ditambah kalimat di bawah kepada doa di atas:
اللهم اجعلني من التوبين و اجعلني من المتطهرين
Allahummaj’alni minat tawwabin, waj ‘alni minal mutatohhirin
(Ya Allah, jadikanlah aku dari kalangan manusia yang bertaubat dan jadikanlah aku dari mereka yang bersuci.)[11]
Abu Said al-Khudri pula meriwayatkan dari Rasulullah SAW bacaan begini:
سبحانك اللهم و بحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك و اتوب اليك
Subhaanakallaahumma wa bihamdika ashhadu anlaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atoobu ilaika
(Maha suci Engkau wahai Tuhanku dan segala puji buat Engkau, aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau dan aku memohon keampunan daripada engkau dan aku bertaubat kepada Dngkau.)[12]
Catatan kaki ( Dalil pendukung ) :
[1] Riwayat al-Bukhari di dalam muqaddimah sahihnya dan Imam Muslim hadis no:1908
[2] Abu Daud (101), Ibn Majah (399) dan at-Tirmizi (26). Al-Albani menyatakan ia sahih, Sahih al-Jami’ as-Shoghir (7514)
[3 ]Sifat Wudhu Nabi, m/s 8
[4] Riwayat Muslim di dalam Shahihnya (225)
[5] Di riwayatkan oleh Imam ad-Darimi di dalam Sunannya. Al-Albani menyatakan ia sahih di dalam Misykat al-Masobi
[6] Di riwayatkan di dalam Sunan Abu Daud (142). Al-Albani menyatakan ia sahih di dalam Shahih Abi Daud.
[7] Sifat Wudhu Nabi m/s 12
[8] Sunan Abi Daud: 134
[9] Sunan Abi Daud:135
[10] Riwayat Muslim: 234, Abu Daud:169, at-Tirmizi:55, an-Nasai:148 dan Ibn
Majah:470
[11] Di nilai Sahih oleh al-Albani
[12] Di riwayat oleh Ibn Sunni di dalam ‘amal al-Yaum wa al-Lailah:30, dinilai sahih oleh al-Albani.
HIKMAH DI BALIK WUDHU
Berikut ini adalah hikmah yang dapat kita peroleh dari wudhu seperti yang diuraikan Imam Al-Ghazali dalam bukunya "Ihya Ulumuddin".Mudah-mudahan Allah swt selalu mencucurkan rahmat-Nya.Banyak di antara kita yang tidak sadar akan hakikat bahwa setiap yang dituntut dalam Islam mempunyai hikmahnya yang tersendiri.
1. Ketika berkumur
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah ampunilah dosa mulut dan lidahku ini "Penjelasan : Kita hari-hari bercakap benda-benda yang tak berfaedah.
2. Ketika membasuh muka,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, putihkanlah mukaku di akhirat kelak, Janganlah Kau hitamkan muka ku ini".Penjelasan : Ahli syurga mukanya putih berseri-seri.
3. Ketika membasuh tangan kanan,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, berikanlah hisab-hisab ku di tangan kananku ini "Penjelasan: Ahli syurga diberikan hisab-hisabnya di tangan kanan
4. Ketika membasuh tangan kiri,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, janganlah Kau berikan hisab-hisabku di tangan kiriku ini".Penjelasan : Ahli neraka diberikan hisab-hisabnya di tangan kiri
5. Ketika membasuh kepala,
Berniatlah kamu dengan,"Ya Allah, lindungilah daku dari terik matahari di padang Masyar dengan ArasyMu "Penjelasan : Panas di Padang Masyar macam matahari sejengkal di atas kepala.
6. Ketika membasuh telinga,
Berniatlah kamu dengan,"Ya Allah,ampunilah dosa telinga ku ini"Penjelasan : Hari-hari mendengar orang mengumpat, memfitnah, mendengar lagu-lagu berunsur maksiat.
7. Ketika membasuh kaki kanan,
Berniatlah kamu dengan."Ya Allah, permudahkan-lah aku melintasi titian Siratul Mustaqqim".Penjelasan : Ahli syurga melintasi titian dengan pantas sekali.
8. Ketika membasuh kaki kiri,
Berniatlah kamu Dengan,"YaAllah, bawakanlah daku pergi ke masjid-masjid, surau-surau dan bukan tempat-tempat maksiat "Penjelasan : Qada' dan Qadar kita di tangan Allah.Pernah kita terfikir mengapa kita mengambil wudhu sedemikian rupa? Pernah kita terfikir segala hikmah yang kita peroleh dalam menghayati Islam? Pernah kita terfikir mengapa Allah lahirkan kita sebagai umat Islam? Bersyukurlah dan bertaubat selalu.
Agar sholat yang dikerjakan benar-benar bernilai ibadah, maka sebagai muslim yang beriman sudah seharusnya mengikuti cara-cara berwudhu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Berikut adalah cara-cara berwudhu yang diajarkan Rasululah :
1. Berniat. Dari Umar RA, dia berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda“Bahwa sesungguhnya setiap amalan itu dengan niat”[1]
2. Membaca basmalah yakni ‘ بسم الله ‘ (bismillah) yang bermaksud “Dengan nama Allah”. Sabda Rasulullah SAW:
لا صلاة لمن لا وضوء له، ولا وضوء لمن لم يذكر اسم اللّه تعالى عليه
Maksudnya: “Tiada sholat untuk siapa yang tidak berwudhu baginya, tiada wudhu’ untuk siapa yang tidak menyebut nama Allah SWT.”[2]
Akan tetapi sekiranya seseorang lupa untuk membaca basmalah tidaklah mengapa, wudhu’nya sah dan tidak perlu mengulangi wudhu’nya lagi.[3]
Tatacara wudhu Rasulullah SAW telah ditunjukkan dalam satu hadith.
أن حمران مولى عثمان أخبره؛ أن عثمان بن عفان رضي الله عنه دعا بوضوء. فتوضأ. فغسل كفيه ثلاث مرات. ثم مضمض واستنثر. ثم غسل وجهه ثلاث مرات. ثم غسل يده اليمنى إلى المرفق ثلاث مرات. ثم غسل يده اليسرى مثل ذلك. ثم مسح رأسه. ثم غسل رجله اليمنى إلى الكعبين ثلاث مرات. ثم غسل اليسرى مثل ذلك. ثم قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم توضأ نحو وضوئي هذا
Humran ra, hamba Uthman bin Affan RA meriwayatkan, Uthman bin Affan RA memanggilnya untuk berwudhu, dan dia (Uthman RA) pun berwudhu. Maka dia mencuci kedua pergelangan tangannya/telapak tangan sebanyak tiga kali, seterusnya dia memasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya dan kemudian menghembuskannya keluar.
Kemudian beliau mencuci mukanya tiga kali. Kemudian beliau mencuci tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Kemudian mencuci tangan kirinya seperti itu juga. Seterusnya beliau menyapu kepalanya. Kemudia beliau menyapu kaki kanannya hingga ke buku kaki tiga kali. Kemudian beliau mencuci kaki kiri seperti itu juga. Seterusnya Uthman bin Affan ra berkata: “Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu’ sebagaimana wudhu’ aku ini.”[4]
3. Tatacara wudhu berdasarkan hadist di atas dapat diringkaskan sebagai:
(1). Mencuci kedua pergelangan tangan sebanyak tiga kali. Lihat gambar:
(2). Memasukkan air ke dalam mulut dan hidung dengan serentak sebanyak tiga kali kemudian menghembuskannya keluar. Air itu dimasukkan ke dalam mulut dan hidung dengan menggunakan tangan kanan. Kemudian air tersebut dikeluarkan
menggunakan tangan kiri.Hal ini diterangkan dalam hadis berikut:
وعن عبد خير قال نحن جلوس ننظر إلي علي حين توضأ فأدخل يده اليمنى فملأ فمه فمضمض واستنشق ونثر بيده اليسرى فعل هذا ثلاث مرات ثم قال من سره أن ينظر إلى طهور رسول الله صلى الله عليه وسلم فهذا طهوره
Dari Abd Khair, dia berkata kami duduk-duduk dan melihat Ali RA ketika beliau berwudhu’, dia memasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya dengan menggunakan tangan kanan kemudian mengeluarkannya dengan menggunakan tangan kiri. Beliau melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali.
Kemudian Ali RA berkata: “Barangsiapa ingin melihat cara Rasulullah SAW berwudhu’, maka beginilah cara wudhu’nya.”[5]
Memasukkan air ke dalam hidung hendaklah dilakukan dengan bersungguh-sungguh kecuali ketika berpuasa. Sabda Rasulullah SAW: “Bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke dalam hidung melainkan ketika kamu berpuasa.”[6]
(3). Membasuh muka sebanyak tiga kali. Kawasan muka ialah dari pangkal tumbuhnya rambut hingga bawah dagu atau janggut. Dan dari telinga kanan hingga telinga kiri.[7]
(4). Jika rambut yang tumbuh pada wajah tidak terlalu tebal, maka wajib membasuhnya sehingga kulit yang dilindungi bulu-bulu tersebut. Sedangkan jika terlalu tebal, cukup dengan hanya membasuhnya sahaja.
(5). Membasuh tangan dari hujung tangan hingga ke siku sebanyak tiga kali.
(6). Menyapu keseluruhan kepala dan telinga sekali saja. Kedua-dua telinga adalah termasuk dalam kawasan kepala. Rasulullah SAW bersabda: “Kedua telinga adalah daripada kepala.” [8]
(7). Cara menyapu kepala ialah dengan meratakan air ke seluruh kepala dan setelah itu kedua-dua jari telunjuk digunakan untuk membersihkan bagian dalam telinga manakala kedua-dua ibu jari pula digunakan untuk membersihkan bahagian belakang telinga.[9]
(8). Membasuh kaki dari ujung jari hingga ke buku kaki sebanyak tiga kali.
4. Setelah melakukan hal-hal di atas, hendaklah membaca doa selepas wudhu’
Do’a selepas wudhu yang wujud di dalam sunnah. Ada beberapa jenis bentuk doa setelah berwudhu’, antaranya:
Umar Ibn Khattab RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah siapa di antara kamu yang melakukan wudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian membaca:
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Ashhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa shareekalahu washhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasooluhu
(Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah yang Esa yang tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahawa Nabi Muhammad itu hambaNya dan RasulNya)
melainkan kesemua delapan pintu syurga akan dibuka untuknya- dan dia akan memasukinya melalui mana-mana pintu yang dia kehendaki.[10]
Di dalam riwayat at-Tirmizi ditambah kalimat di bawah kepada doa di atas:
اللهم اجعلني من التوبين و اجعلني من المتطهرين
Allahummaj’alni minat tawwabin, waj ‘alni minal mutatohhirin
(Ya Allah, jadikanlah aku dari kalangan manusia yang bertaubat dan jadikanlah aku dari mereka yang bersuci.)[11]
Abu Said al-Khudri pula meriwayatkan dari Rasulullah SAW bacaan begini:
سبحانك اللهم و بحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك و اتوب اليك
Subhaanakallaahumma wa bihamdika ashhadu anlaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atoobu ilaika
(Maha suci Engkau wahai Tuhanku dan segala puji buat Engkau, aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau dan aku memohon keampunan daripada engkau dan aku bertaubat kepada Dngkau.)[12]
Catatan kaki ( Dalil pendukung ) :
[1] Riwayat al-Bukhari di dalam muqaddimah sahihnya dan Imam Muslim hadis no:1908
[2] Abu Daud (101), Ibn Majah (399) dan at-Tirmizi (26). Al-Albani menyatakan ia sahih, Sahih al-Jami’ as-Shoghir (7514)
[3 ]Sifat Wudhu Nabi, m/s 8
[4] Riwayat Muslim di dalam Shahihnya (225)
[5] Di riwayatkan oleh Imam ad-Darimi di dalam Sunannya. Al-Albani menyatakan ia sahih di dalam Misykat al-Masobi
[6] Di riwayatkan di dalam Sunan Abu Daud (142). Al-Albani menyatakan ia sahih di dalam Shahih Abi Daud.
[7] Sifat Wudhu Nabi m/s 12
[8] Sunan Abi Daud: 134
[9] Sunan Abi Daud:135
[10] Riwayat Muslim: 234, Abu Daud:169, at-Tirmizi:55, an-Nasai:148 dan Ibn
Majah:470
[11] Di nilai Sahih oleh al-Albani
[12] Di riwayat oleh Ibn Sunni di dalam ‘amal al-Yaum wa al-Lailah:30, dinilai sahih oleh al-Albani.
HIKMAH DI BALIK WUDHU
Berikut ini adalah hikmah yang dapat kita peroleh dari wudhu seperti yang diuraikan Imam Al-Ghazali dalam bukunya "Ihya Ulumuddin".Mudah-mudahan Allah swt selalu mencucurkan rahmat-Nya.Banyak di antara kita yang tidak sadar akan hakikat bahwa setiap yang dituntut dalam Islam mempunyai hikmahnya yang tersendiri.
1. Ketika berkumur
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah ampunilah dosa mulut dan lidahku ini "Penjelasan : Kita hari-hari bercakap benda-benda yang tak berfaedah.
2. Ketika membasuh muka,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, putihkanlah mukaku di akhirat kelak, Janganlah Kau hitamkan muka ku ini".Penjelasan : Ahli syurga mukanya putih berseri-seri.
3. Ketika membasuh tangan kanan,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, berikanlah hisab-hisab ku di tangan kananku ini "Penjelasan: Ahli syurga diberikan hisab-hisabnya di tangan kanan
4. Ketika membasuh tangan kiri,
Berniatlah kamu dengan, "Ya Allah, janganlah Kau berikan hisab-hisabku di tangan kiriku ini".Penjelasan : Ahli neraka diberikan hisab-hisabnya di tangan kiri
5. Ketika membasuh kepala,
Berniatlah kamu dengan,"Ya Allah, lindungilah daku dari terik matahari di padang Masyar dengan ArasyMu "Penjelasan : Panas di Padang Masyar macam matahari sejengkal di atas kepala.
6. Ketika membasuh telinga,
Berniatlah kamu dengan,"Ya Allah,ampunilah dosa telinga ku ini"Penjelasan : Hari-hari mendengar orang mengumpat, memfitnah, mendengar lagu-lagu berunsur maksiat.
7. Ketika membasuh kaki kanan,
Berniatlah kamu dengan."Ya Allah, permudahkan-lah aku melintasi titian Siratul Mustaqqim".Penjelasan : Ahli syurga melintasi titian dengan pantas sekali.
8. Ketika membasuh kaki kiri,
Berniatlah kamu Dengan,"YaAllah, bawakanlah daku pergi ke masjid-masjid, surau-surau dan bukan tempat-tempat maksiat "Penjelasan : Qada' dan Qadar kita di tangan Allah.Pernah kita terfikir mengapa kita mengambil wudhu sedemikian rupa? Pernah kita terfikir segala hikmah yang kita peroleh dalam menghayati Islam? Pernah kita terfikir mengapa Allah lahirkan kita sebagai umat Islam? Bersyukurlah dan bertaubat selalu.
Langganan:
Postingan (Atom)