Jumat, 13 September 2013

Keutamaan Shalat Dhuha

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada suri tauladan kita, Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang setia mengikutinya sampai datang hari kiamat, amin. Para pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, dalam edisi ini insya Allah akan kami uraikan perkara yang berkaitan dengan shalat Dhuha. Semoga sedikit yang disampaikan ini bisa menggugah hati kita untuk mau membiasakan diri melaksanakannya, amin. DEFINISI DAN KEUTAMAANNYA Dhuha secara bahasa artinya waktu terbitnya matahari atau naiknya matahari. Sedangkan menurut istilah ahli fiqih, dhuha adalah waktu antara naiknya matahari sampai menjelang zawal (tergelincir matahari). Jadi shalat Dhuha artinya shalat sunnah yang dilakukan pada waktu antara naiknya matahari sampai menjelang zawal. Banyak hadist yang menjelaskan tentang keutamaan shalat Dhuha, diantaranya hadist dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap ruas jari salah seorang di antara kalian wajib untuk disedekahi setiap hari. Maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, mengajak kepada kebaikan adalah sedekah, dan mencegah dari kemungkaran juga sedekah. Dan semua itu bisa tercukupi (setara) dengan dua raka’at yang dia lakukan di waktu Dhuha.”[1] Dalam hadist yang lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dalam tubuh manusia ada 360 ruas tulang. Maka wajib baginya setiap hari untuk menyedekahi atas masing-masing ruas tulang tadi dengan suatu sedekah.” Para sahabat bertanya, ‘Siapa yang mampu melakukannya, wahai Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Dahak yang kamu lihat di dalam masjid lalu kami menimbunnya, atau sesuatu yang (mengganggu) kamu singkirkan dari jalan (termasuk sedekah), kemudian apabila kamu tidak mampu, maka dua raka’at di waktu Dhuha sudah mencukupi bagimu.” [2] Dalam hadist yang lain dijelaskan : “Shalatnya orang yang bertaubat adalah ketika anak unta mencari tempat yang teduh.” [3] HUKUM SHALAT DHUHA Ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat Dhuha : 1. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa shalat Dhuha hukumnya sunnah secara mutlak, dan sebaiknya seseorang bisa membiasakannya setiap hari. Mereka berdalil beberapa hadist, diantaranya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : “Kekasih saya (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah berwasiat kepada saya dengan tiga perkara : Puasa tiga hari dalam setiap bulan, shalat dua raka’at di waktu Dhuha, dan shalat Witir sebelum tidur.” [4] Dan juga keumuman hadist yang menjelaskan keutamaan shalat dhuha, khususnya hadist yang menjelaskan bahwa shalat Dhuha bisa mengganti kewajiban sedekah atas setiap ruas tulang setiap harinya. Dan juga keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dikerjakan secara berkelanjutan meskipun sedikit.” [5] 2. Disunnahkan dilakukan kadang-kadang, tidak terus menerus. Diantara dalil yang dipakai pendapat ini adalah : Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak meninggalkannya. Dan beliau juga meninggalkan shalat Dhuha sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak mengerjakannya.” [6] Fulan bin Jarud berkata kepada Anas radhiyallahu ‘anhu : “Apakah Nabi shalat Dhuha ?” Dia menjawab, “Saya tidak melihat beliau melakukan shalat Dhuha selain hari tersebut.” [7] Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Sungguh apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan suatu amalan padahal beliau senang melakukannya, maka itu karena beliau khawatir manusia akan ikut melakukannya lalu diwajibkan atas meraka. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melaksanakan shalat Dhuha sama sekali, tapi aku sendiri sungguh melakukannya.” [8] 3. Tidak disunnahkan kecuali apabila ada sebabnya, seperti ketika seseorang luput shalat malam maka disunnahkan baginya untuk mengqadha’-nya diwaktu Dhuha. Diantara dalil yang menunjukkan pendapat ini : a. Apa yang diceritakan Ummu Hani’ bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumahnya pada waktu Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan shalat delapan raka’at di waktu Dhuha.[9] Mereka mengatakan :’Shalat delapan raka’at yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan oleh Fathu Makkah, dan kebetulan dilakukan di waktu Dhuha’. b. Kisah shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah ‘Itban bin Malik ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diundang datang ke rumahnya untuk melaksanakan shalat, yang akhirnya tempat shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dijadikan sebagai musholla (tempat shalat), dan shalat yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertepatan di waktu Dhuha.[10] c. Aisyah radhiyallahu ‘anha menjelaskan ketika ditanya Abdullah bin Syaqiq : “Apakah RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha ?” maka dia menjawab, “Tidak, kecuali apabila beliauShallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari bepergian.”[11] Dari tiga pendapat diatas, pendapat yang lebih mendekati kebenaran insya Allah pendapat yang pertama, yaitu disunnahkan shalat Dhuha secara mutlak, dan juga disunnahkan untuk dibiasakan setiap hari, berdasarkan keumuman hadist yang memberikan dorongan untuk melaksanakan shalat Dhuha. Terlebih lagi hadist yang menjelaskan bahwa shalat Dhuha bisa menggantikan 360 sedekah atas ruas tulang manusia yang setiap harinya wajid disedekahi. Adapun berkaitan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau tidak membiasakannya setiap hari, maka ini bukan berarti shalat Dhuha tidak disyari’atkan. Sebab kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambukanlah merupakan syarat disyar’atkannya suatu amalan. Oleh karena itulah Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :“Dan tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha sama sekali, tapi aku sendiri benar-benar melakukannya.”[12] WAKTU DAN JUMLAH RAKA’AT Waktu shalat Dhuha diawali sejak naiknya matahari, yaitu sekitar ¼ jam setelah munculnya matahari sampai menjelang zawal (tergelincirnya matahari), selagi belum masuk waktu terlarang untuk shalat. Dan sebaiknya seseorang yang ingin melaksanakan shalat Dhuha agar mengakhirkan waktunya sampai sengatan terik matahari terasa panas, berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Shalatnya orang-orang yang bertaubat adalah ketika anak unta mencari tempat yang teduh.” Dan ini biasanya terjadi menjelang zawal. Shalat Dhuha minimalnya dua raka’at, tanpa ada perselisihan di kalangan ulama. Hal ini berdasarkan hadist yang disampaikan di muka : “Dan semua itu bisa tercukupi (setara) dengan dua raka’at yang di lakukan di waktu Dhuha.”[13] dan juga berdasarkan wasiatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu untuk tidak meninggalkan dua raka’at di waktu Dhuha. Namun mereka berselisih pendapat tentang batas maksimalnya. Ada yang berpendapat maksimal adalah delapan raka’at, berdasarkan hadist dari Abdurrahman bin Abin Laila radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Tidak ada seorang pun yang mengabarkan kepada saya bahwasanya dia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha kecuali Ummu Hani’. Sesungguhnya dia menceritakan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumahnya pada waktu Fathu Makkah, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan raka’at [14] Dan ada yang berpendapat maksimalnya dua belas raka’at, berdasarkan hadist dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa shalat Dhuha dua belas raka’at, maka Allah akan membangunkan istana untuknya di surga kelak.”[15] Dan diantara mereka ada yang berpendapat tidak ada batas maksimalnya. Dan inilah pendapat yang lebih benarinsya Allah, berdasarkan hadist dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha empat raka’at dan beliau menambah (jumlah raka’atnya) sesuai kehendak Allah.” [16] Adapun penjelasan Ummu Hani’ bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan raka’at pada saatFathu Makkah, maka sebagian ulama menjelaskan bahwa shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamwaktu itu adalah shalat Fath, bukan shalat Dhuha. Anggaplah shalat itu adalah shalat Dhuha, maka jumlah delapan raka’at yang dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu tidak menunjukkan pembatasan, tapi merupakan kejadian tertentu atau kebetulan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalatnya delapan raka’at. Wallahu a’lam bish shawab. Sumber: Majalah Almawaddah, vol. 36 Edisi Khusus Dzulhijjah 1431 H-Muharram 1432 H, November 2010 –Januari 2011 Artikel: http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2011/02/22/shalat-dhuha-shalatnya-orang-orang-yang-bertaubat/ ________________________________________ [1] HR. Muslim 720 [2] HR. Abu Dawud 5242 dan Ahmad 5/354 [3] HR. Muslim 748 [4] HR. al-Bukhari 1178 dan Muslim 721 [5] HR. al-Bukhari 43 dan Muslim 785 [6] HR. at-Tirmidzi 477, didho’ifkan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam al-Irwa’ 460 [7] HR. al-Bukhari 670 [8] HR. al-Bukhari 1128 dan Muslim 718 [9] Shahih Bukhari 1103 dan Muslim 336 [10] Shahih Bukhari 670 [11] Shahih Muslim 717 [12] HR. al-Bukhari dan Muslim [13] HR. Muslim 720 [14] HR. al-Bukhari 1176 [15] HR. at-Tirmidzi 473, didho’ifkan Syaikh al-Albani rahimahullah [16] HR. Muslim 719 Source : http://islam-download.net/artikel-islami/keutamaan-shalat-dhuha.html

Maher Zain - Ya Nabi (Arabic Version) | ماهر زين - يا نبي سلام عليك

Hikmah-hikmah Shalat

Kita sebagai manusia dengan keterbatasan tidak mungkin mengetahui dan mengungkap seluruh hikmah yang terkandung dalam apa yang Allah syariatkan dan tetapkan. Apa yang kita ketahui dari hikmah Allah hanyalah sebagian kecil, dan yang tidak kita ketahui jauh lebih besar, “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra`: 85). Allah adalah al-Hakim, pemilik hikmah, tidak ada sesuatu yang Dia syariatkan kecuali ia pasti mengandung hikmah, tidak ada sesuatu dari Allah yang sia-sia dan tidak berguna karena hal itu bertentangan dengan hikmahNya. Sekecil apapun dari hikmah Allah dalam sesuatu yang bisa kita ketahui, hal itu sudah lebih dari cukup untuk mendorong dan memacu kita untuk melakukan sesuatu tersebut karena pengetahuan tentang kebaikan sesuatu melecut orang untuk melakukannya. Setiap perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengandung kebaikan untuk hamba-hamba-Nya. Memperhambakan diri kepada Allah bermanfaat untuk kepentingan dan keperluan yang menyembah bukan yang disembah. “Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyaat: 57-58) Penghambaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menjadi tujuan hidup dan tujuan keberadaan kita di dunia, bukanlah suatu penghambaan yang memberi keuntungan bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi yang menyembah. Penghambaan yang memberikan kekuatan bagi yang menyembahnya. وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ “Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40) Imam Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu kepada kalian bukan karena berhajat padanya, dan tidak melarang sesuatu atas kalian karena bakhil. Akan tetapi Dia memerintahkan sesuatu pada kalian karena di dalamnya terdapat kemaslahatan untuk kalian, dan melarang sesuatu karena di dalamnya terdapat mafsadat (kerusakan). Oleh karenanya bukan hanya satu tempat di dalam al-Qur’an yang memerintahkan berbuat perbaikan dan melarang berbuat kerusakan.” Ibadah shalat yang merupakan ibadah teragung dalam Islam termasuk ibadah yang kaya dengan kandungan hikmah kebaikan bagi orang yang melaksanakannya. Siapa pun yang mengetahui dan pernah merasakannya mengakui hal itu, oleh karena itu dia tidak akan rela meninggalkannya, sebaliknya orang yang tidak pernah mengetahui akan berkata, untuk apa shalat? Dengan nada pengingkaran. Di antara hikmah-hikmah shalat adalah: Pertama: Manusia memiliki dorongan nafsu kepada kebaikan dan keburukan, yang pertama ditumbuhkan dan yang kedua direm dan dikendalikan. Sarana pengendali terbaik adalah ibadah shalat. Kenyataan membuktikan bahwa orang yang menegakkan shalat adalah orang yang paling minim melakukan tindak kemaksiatan dan kriminal, sebaliknya semakin jauh seseorang dari shalat, semakin terbuka peluang kemaksiatan dan kriminalnya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala; إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45). Dari sini kita memahami makna dari penyandingan Allah antara menyia-nyiakan shalat dengan mengikuti syahwat yang berujung kepada kesesatan. فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59). Kedua: Seandainya seseorang telah terlanjur terjatuh kedalam kemaksiatan dan hal ini pasti terjadi karena tidak ada menusia yang ma’shum (terjaga dari dosa) selain para nabi dan rasul, maka shalat merupakan pembersih dan kaffarat terbaik untuk itu. Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam mengumpamakan shalat lima waktu dengan sebuah sungai yang mengalir di depan pintu rumah salah seorang dari kita, lalu dia mandi di sungai itu lima kali dalam sehari semalam, adakah kotoran ditubuhnya yang masih tersisa? Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam bersabda, “Menurut kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian di mana dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali, apakah masih ada kotorannya yang tersisa sedikit pun?” Mereka menjawab,”Tidak ada kotoran yang tersisa sedikit pun.” Rasulullah saw bersabda, “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu bahwa seorang laki-laki mendaratkan sebuah ciuman kepada seorang wanita, lalu dia datang kepada Nabi shallalahu 'alaihi wasallam dan menyampaikan hal itu kepada beliau, maka Allah menurunkan, “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Hud: 114) Laki-laki itu berkata, “Ini untukku?” Nabi shallalahu 'alaihi wasallam menjawab, “Untuk seluruh umatku.” (Muttafaq Alaihi). Ketiga: Hidup manusia tidak terbebas dari ujian dan cobaan, kesulitan dan kesempitan dan dalam semua itu manusia memerlukan pegangan dan pijakan kokoh, jika tidak maka dia akan terseret dan tidak mampu mengatasinya untuk bisa keluar darinya dengan selamat seperti yang diharapkan, pijakan dan pegangan kokoh terbaik adalah shalat, dengannya seseorang menjadi kuat ibarat batu karang yang tidak bergeming di hantam ombak bertubu-tubi. Firman Allah, (artinya) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Al-Baqarah: 45). Ibnu Katsir berkata, “Adapun firman Allah, ‘Dan shalat’, maka shalat termasuk penolong terbesar dalam keteguhan dalam suatu perkara.” Firman Allah (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153). Ibnu Katsir berkata, “Allah Taala menjelaskan bahwa sarana terbaik sebagai penolong dalam memikul musibah adalah kesabaran dan shalat.” Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Hudzaefah bahwa jika Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam tertimpa suatu perkara yang berat maka beliau melakukan shalat. (HR. Abu Dawud nomor 1319). Keempat: Hidup memiliki dua sisi, nikmat atau musibah, kebahagiaan atau kesedihan. Dua sisi yang menuntut sikap berbeda, syukur atau sabar. Akan tetapi persoalannya tidak mudah, karena manusia memiliki kecenderungan kufur pada saat meraih nikmat dan berkeluh kesah pada saat meraih musibah, dan inilah yang terjadi pada manusia secara umum, kecuali orang-orang yang shalat. Orang yang shalat akan mampu menyeimbangkan sikap pada kedua keadaan hidup tersebut. Firman Allah, (artinya), “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” (Al-Ma’arij: 19-23). Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Allah berfirman, ‘Kecuali orang-orang yang shalat’ yakni manusia dari sisi bahwa dia memiliki sifat-sifat tercela kecuali orang yang dijaga, diberi taufik dan ditunjukkan oleh Allah kepada kebaikan yang dimudahkan sebab-sebabnya olehNya dan mereka adalah orang-orang shalat.” Sebagian dari hikmah yang penulis sebutkan di atas cukup untuk membuktikan bahwa shalat adalah ibadah mulia lagi agung di mana kita membutuhkannya dan bukan ia yang membutuhkan kita, dari sini kita mendapatkan ayat-ayat al-Qur`an menetapkan bahwa perkara shalat ini merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi kepada umatnya. Allah berfirman tentang Isa putra Maryam, وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan dia mewasiatkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (Maryam: 31). Allah berfirman tentang Musa, (artinya) “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Thaha: 14). Allah berfirman tentang Ismail, (artinya) “Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Maryam: 55). Allah berfirman tentang Ibrahim, (artinya) “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Ibrahim: 40). Allah berfirman tentang Nabi Muhammad, (artinya) “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132). Wallahu a’lam!!!!

Akhlak, Etika, Moral, Norma dan Nilai

Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk. Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya". Pada materi ini kami akan memaparkan pengertian akhlak, norma, etika, moral dan nilai. A. AKHLAK Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang menurut loghat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk. Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia. Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu : Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian. Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis. B. ETIKA Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia. Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan. Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran. Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman. Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia. C. MORAL Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia. D. NORMA Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Jadi secara terminologi kiat dapat mengambil kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis E. NILAI Dalam membahas nilai ini biasanya membahas tentang pertanyaan mengenai mana yang baik dan mana yang tidak baik dan bagaimana seseorang untuk dapat berbuat baik serta tujuan yang memiliki nilai. Pembahasan mengenai nilai ini sangat berkaitan dangan pembahasasn etika. Kajian mengenai nilai dalam filsafat moral sangat bermuatan normatif dan metafisika. Penganut islam tidak akan terjamin dari ancaman kehancuran akhlak yang menimapa umat, kecuali apabila kita memiliki konsep nilai-nilai yang konkret yang telah disepakati islam, yaitu nilai-nilai absolut yang tegak berdiri diatas asas yang kokoh. Nilai absolut adalah tersebut adalah kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang akan mengantarkan kepada kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat secara individual dan sosial. DAFTAR PUSTAKA • Fakhry, Majid. 1996. Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar • Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin.2004. Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada • Yaqub, Hamzah. 1988.Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro

Selasa, 10 September 2013

Wanita

Wanita yang cantik kulitnya, akan takut terbakar panas matahari. ... Sedangkan,wanita yang cantik akhlaknya akan takut terbakar api neraka.. Wanita yang cantik wajahnya akan berseri- seri menikmati duniawi. Sedangkan,wanita yang cantik hatinya akan tunduk,patuh dan takut pada Illahi. Wanita yang cantik dirinya,akan menangis jika dunia pergi darinya. Sedangkan,wanita yang cantik jiwanya akan tercukupi hidupnya dengan aqidahnya. Wanita yang cantik hidupnya akan bangga dengan kemewahaannya. Sedangkan,wanita yang cantik akhiratnya akan berpuasa dan bersedekah dengan hartanya. Dan wanita yang cantik zamannya,akan mengikuti akal,nafsu dan segala kehendaknya. Sedangkan,wanita yang cantik waktunya,akan menemukan hikmah,ilmu dan segala amal soleh untuknya. Untuk itu,mari bersama-sama mempercantik akhlak,hati,akhirat,jiwa dan waktu…..

Wanita Itu Sederhana.... ^-^

Ia hanya ingin dihargai oleh lelaki yang dicintainya. Ia hanya ingin dijaga kehormatannya oleh kekasih halalnya. Ia hanya butuh ketulusan dan kasih sayang yang sesungguhnya. WANITA ITU KUAT.. Ia mampu tetap tersenyum kala teriris hatinya. Ia mampu tetap berharap walau terkadang hanya kebohongan yang didapatkan. Ia mampu tetap bertahan kala tak sanggup lagi hatinya menanggung beban. WANITA ITU PENYEMANGAT.. Ia dapat menjadi pendukung sejatimu seumur hidup. Ia mampu membuat semangatmu kembali menyala ketika engkau mencoba menyerah. Ia akan tetap mendukungmu untuk terus berjuang dengan belaian kasih sayangnya. WANITA ITU MUDAH MEMAAFKAN.. Ia akan memaafkan ketika engkau mencoba membohonginya. Ia akan memaafkan ketika engkau mencoba menduakan cintanya. Ia akan memaafkan ketika engkau mencoba memarahinya. Ia akan selalu memaafkan bahkan ketika khilafmu sudah teramat besar kepadanya. BUKAN KERANA IA BODOH.. Melainkan kerana besar harapannya agar engkau kembali pada jalan yang benar. BUKAN KERANA IA LEMAH.. Melainkan kerana kekuatan kasih sayang yang ingin ia tunjukkan agar engkau tetap bahagia. Wanita diciptakan dari tulang rusukmu wahai kaum Adam. Maka jagalah kehormatan mereka. Naikkanlah derajat mereka. Mereka diciptakan untuk hidup berdampingan denganmu wahai kaum Adam. Mereka tidak ingin berada diatasmu. Tapi ingin selalu di sampingmu. Maka hargailah wanita.. Muliakanlah mereka semulia akhlakmu yang engkau contohkan. Cintailah mereka seperti mereka yang selalu setia mencintaimu. Bersikap lembutlah kepada mereka kerana mereka adalah bagian dari ragamu. Dan bimbinglah mereka agar mendapatkan tempat terhormat di sisi Allah yaitu menggapai Ridha_Nya.